Tugas 5 Telaah Kurikulum (24 Oktober 2016)
I. Konsep dasar penilaian berbasis kompetensi
B. Prinsip Penilaian
Dalam melaksanakan penilaian mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu.
2. Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.
3. Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
4. Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
5. Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
6. Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku.
7. Melakukan penilaian secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil, dalam bentuk: ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dapat dilakukan bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator atau satu kompetensi dasar (KD), ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa KD atau satu stándar kompetensi (SK), ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua KD atau SK semester bersangkutan, sedangkan ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap dengan menilai semua SK semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada semester genap.
Penilaian kompetensi pada uji kompetensi melibatkan pihak sekolah dan Institusi Pasangan/Asosiasi Profesi, dan pihak lain terutama DU/DI. Idealnya, lembaga yang menyelenggarakan uji kompetensi ini independen; yakni lembaga yang tidak dapat diintervensi oleh unsur atau lembaga lain. Agar penilaian objektif, pendidik harus berupaya secara optimal untuk (1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dari sejumlah penilaian, (2) membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya).
C. Kegunaan Penilaian
Kegunaan penilaian antara lain sebagai berikut:
1. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya dalam proses pencapaian kompetensi.
2. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
3. Untuk umpan balik bagi pendidik/guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.
4. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
5. Memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan (Dinas Pendidikan Daerah) dalam meningkatkan kualitas penilaian yang digunakan.
D. Fungsi Penilaian
Penilaian memiliki fungsi untuk:
1. Menggambarkan sejauhmana peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk perencanaan program belajar, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
3. Menemukan kesulitan belajar, kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik, dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik/guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya. Pengendali bagi pendidik/guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.
E. Jenis-Jenis Penilaian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tetang Standar Nasional Pendidikan dan Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, jenis penilaian dan bentuk pengadministrasiannya diuraikan seperti tabel berikut.
F. Kriteria Penilaian
1. Validitas
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Misal, dalam pelajaran bahasa Indonesia, pendidik/guru ingin menilai kompetensi berbicara. Bentuk penilaian valid jika menggunakan tes lisan. Jika menggunakan tes tertulis penilaian tidak valid.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misal, guru menilai dengan proyek, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan proyek dan penskorannya harus jelas.
3. Berfokus pada kompetensi
Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang berbasis kompetensi, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan hanya pada penguasaan materi (pengetahuan).
4. Menyeluruh/Komprehensif
Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi atau kemampuan peserta didik, sehingga tergambar profil kemampuan peserta didik.
5. Objektivitas
Penilaian harus dilaksanakan secara objektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.
6. Mendidik
Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi pendidik/guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik.
Penilaian yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan adalah sistem penilaian berkelanjutan yang mempunyai prinsip menilai seluruh kompetensi dasar, menganalisis hasil penilaian dan melakukan tindak lanjut berupa program pengayakan atau perbaikan. Penilaian yang dimaksud adalah penilaian berbasis kompetensi yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Aspek psikomotor terletak pada ketepatan gerakan yang dilakukan oleh peserta didik dilihat dari penampilan peserta didik dalam melakukan praktek dengan fokus penilaian terletak pada gerakan, waktu, hasil yang dicapai dan keselamatan kerja.
Penilaian kognitif menekankan pada kemampuan atau pengetahuan yang harus dikuasai, sedangkan penilaian aspek afektif meliputi kelakuan, kebersihan, dan kerajinan. Ketiga aspek di atas merupakan bagian dari kompetensi, oleh karena itu penilaian berbasis kompetensi menekankan pada keadaan sebenarnya yaitu kompetensi dasar yang benar-benar dimiliki oleh peserta didik.
Terdapat sepuluh prinsip penilaian berbasis kompetensi, antara lain:
1). Valid dan reliabel: apabila hasi penilaian akurat dan ajeg atau konsisten. Hal ini dapat dicapai apabila instrumen yang digunakan baik dan tepat. Cara yang paling mudah untuk mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel apabila butir-butir soal ditulis berdasarkan indikator, dilakukan kaji ulang terhadap kalimat-kalimat yang sudah ditulisan agar tidak terjadi kesalahan serta menggunakan tata bahasa yag mudah dipelajari oleh peserta didik.
2). Mendidik: apabila penilaian guru mampu mendidik agar peserta didik dapat termotivasi untuk belajar lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan cara guru memberikan hasil pekerjaan peserta didik dan mengarsip secara lengkap hasil penilaian sehingga obyektivitas penilaian terjamin.
3). Adil: apabila ditinjau dari butir-butir soal dan cara pemberian skor. Hal ini dapat dilakukan dengan cara tidak mengujikan materi-materi yang belum diajarkan kepad peserta didik.
4). Menyenangkan: melakukan penilaian dalam suasana yang menyenangkan tidak menimbulkan peserta didik merasa takut dan stres.
5). Mengacu kepada kompetensi: dalam melakukan penilaian acuan yang dipakai adalah kesatuan kompetensi bukan waktu.
6). Meyeluruh: penilaian dilakukan secara menyeluruh, mecakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
7). Berkesinambungan: hasil evaluasi harus dianalisis untuk mengetahui kompetensi yang belum dikuasai peserta didik sehingga bisa diberikan refleksi dan perbaikan proses pembelajaran di kelas.
8). Mengakui kompetensi yang telah dimiliki sebelumnya: memungkinkan peserta didik pindah kelas tanpa harus mengulan kompetensi sebelumnya.
9). Menggunakan acuan kriteria: nilai yang diberikan kepada peserta didik berdasarkan perbandingan dengan standar mutlak.
10). Bisa menggunakan external assesor: untuk menguji kompetensi yang telah dikuasai peserta didik, sehingga kredibilitas hasil pegujian dapat dipertanggungjawabkan (Djemari Mardapi: 2004).
b. Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Kompetensi
Penilaian berbasis kompetensi menekankan pada kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. Kompetensi dasar tersebut dibandingkan dengan standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil penilaian berbasis kompetensi adalah lulus dan belum lulus. Lulus berarti peserta didik telah memiliki kompetensi dasar, yaitu sama atau lebih besar dari standar. Peserta didik yang belum lulus berarti kemampuan yang dimiliki belum mencapai standar.
Alat ukur yang digunakan dalam penilaian berbasis kompetensi diusahakan memberikan informasi yang sahih dan handal. Kriteria keberhasilan dalam melaksanakan program pembelajaran adalah jumlah kompetensi dasar yang dicapai oleh peserta didik. Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi hasil kegiatan belajar mengajar harus bersifat hirarki, secara berurutan yaitu: standar kompetensi, kompetensi dasar, standar materi, indikator dan soal ujian. Hal yang penting dalam mengembangkan sistem penilaian adalah menyusun spesifikasi penilaian, meliputi: tujuan, lama penilaian dan instrumen penilaian.
1). Pengembangan Instrumen Penilaian Bentuk Tes
Penguasaan peserta didik dalam aspek pengetahuan tentang suatu pekerjaan merupakan faktor yang penting. Metode yang lazim digunakan dalam mengukur aspek pengetahuan adalah melalui tes tertulis dan lisan. Scott (1993) menjelaskan berbagai variasi yang mungkin dilakukan dalam megembangkan tes tertulis, yaitu: multiple choice, sentence completion, listing, true-false, matching, essay, dan modified form. Sementara itu berdasarkan Depdiknas (2001) pengembangan tes lisan terdiri dari: wawancara terstruktur, tak terstruktur dan pemecahan masalah.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh guru dalam merancang tes adalah: a). menentukan dan mengembangkan jumlah dan jenis item tes; b). menentukan dan memilih tujuan yang akan diukur; c). Menganalisa tujuan dan menentukan isi tes; d). Mengembangkan garis besar isi untuk kontruksi item tes; e). Mengkontruksi item tes; f). Membuat tabel perencanaan untuk memilik item tes.
Tes yang akan digunakan untuk mengukur aspek pengetahuan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a). Hanya mengukur satu dimensi (Unidimensionalty)
Suatu tes yang mengukur suatu bidang studi tertentu, setiap butir soal pada perangkat tes hanya mengukur satu bidang saja. Dengan dipenuhinya persyaratan iini, maka tes tersebut valid.
b). Kehandalan (reliabilitas)
Kehandalan tes meliputi kecermatan (precion) dan keajegan (consistency) dari hasil pengukuran. Sebuah tes dengan jumlah soal yang banyak dan seluruh soal bertaraf kesukaran sedang bagi peserta didik yang menempuh ujian, akan menghasilkan informasi yang lebih teliti mengenai orang yang diuji jika dibandingkan dengan tes yang soalnya sedikit dan tingkat kesukaran rendah atau tinggi. Soal-soal tes tidak boleh terlalu jauh d bawah atau di atas kemampuan tingkat pencapaia hasil belajar peserta didik, dan tingkat kesukaran butir-butir soal sebaiknya homogen (Depdikbud: 1999).
Menurut Allen (1979) tahapan dalam pengembangan perangkat tes adalah: a).Plan the test
Rumuskan tujuan tes yang akan dilakukan. Tujuan tes harus dirumuskan secara jelas sehingga memberikan arah dan lingkup pengembangan tes selanjutnya. Setelah tujuan dirumuskan, buat kisi-kisi tes (table of spesification).
b). Write item for each of the areas in the plan
Penulisan soal adalah penjabaran indikator kompetensi yang hendak diukur menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya hendak diukur sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan kisi-kisi. Setiap butir soal yang dibuat harus jelas apa yang akan ditanyakan dan jelas pula apa yang dituntut. Pada soal yang telah dibuat, dilakukan review dan revisi oleh orang lain, karena seringkali kekurangan yang terdapat pada soal tidak terlihat oeh penulis.
c). Administer all the item to a reasonably large sample of at least 50 examinees
Soal-soal yang telah direview dan direvisi secara teoritis sudah merupakan soal yang baik. Guna memperoleh gambaran empirik perangkat tes perlu diujicobakan pada kelompok subyek yang memiliki karakterisik sama atau hampir sama dengan kelompok dimana tes tersebut akan digunakan.
d). Conduct an item analysis
Analisis butir hasil uji coba bertujuan untuk memperoleh informasi soal-soal mana yang sudah baik, perlu direvisi dan harus dibuang analisis butir dilakukan berdasarkan teori tes klasik ataupun modern.
e).Administer the revised test the another representative sample of examinee
Ujikan kembali tes yang sudah direvisi pada sample lain yang memiliki karakteristik peserta tes yang akan diuji, kemudian ulangi lagi langkah keempat. Langkah ini untuk selanjutnya disebut dengan test standardization.
Macam-macam tes untuk menilai hasil belajar antara lain:
a). Tes Obyektif adalah bentuk soal atau tes yang telah mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Secara umum ada tiga tipe tes obyektif1).
1. Benar-Salah (true-false)
2). Menjodohkan (matching)
3). Pilihan ganda (multiple choice
b). Tes Non-Objektif adalah jenis tes yang mengandung pertanyaan atau tugas dimana jawaban soal tersebut dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes.Jawaban soal tidak disediakan oleh pembuat tes. Tes Non-Objektif meliputi:
1). Isian/melengkapi
2). Jawaban singkat
3). Uraian/ essay
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian adalah tes adalah waktu penyajian, petunjuk pengerjaan soal yang jelas, ruangan dan tempat duduk peserta tes. Sejalan dengan hal di atas Depdiknas (2002) mengemukakan tahapan dalam mengembangkan tes prestasi hasil belajar, yaitu: (1). Menyusun spesifikasi tes; (2). Menulis butir soal; (3). Menelaah butir soal; (4). Merakit butir soal; (5). Pembakuan alat melalui uji coba; (6). Menganalisis butir soal tes; (7). Memperbaiki tes; (8). Merakit kembali butir soal; (9). Melaksanakan tes; (10). Menafsirkan hasil tes.
2). Pengembangan Instrumen Penilaian Bentuk Non Tes
Instrumen non tes digunakan untuk mengukur perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan aspek psikomotor dan afektif terutama yang berhubungan dengan apa yang dikerjakan oleh peserta didik. Dengan kata lain instrumen ini digunakan untuk mengukur penampilan yang dapat diamati dengan menggunakan indera. Instrumen non tes merupakan bagian dari keseluruhan instrumen penilaian hasil belajar, yang umum digunakan adalah: (a) bagan partisipasi; (b) daftar cek (c) skala tujuan; dan (d) skala sikap. Dalam penilaian aspek psikomotor atau keterampilan yang diamati adalah kemampuan dan penampilannya.
Penilaian aspek psikomotor peserta didik dilakukan dengan penilaian psikomotor (performance assesment). Menurut Trespeces (Depdiknas: 2003)performance assesment adalah berbagai tugas da situasi dimana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam, serta psikomotor di dalam berbagai macam konteks. Dengan kata lainperformance assesment merupakan suatu penilaian yang meminta peserta tes untuk mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam berbagai konteks sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Untuk mengevaluasi apakah penilaian psikomotor sudah dianggap berkualitas, maka paling tidak harus diperhatikan tujuh kriteria yang dibuat oleh Popham (1995). Kriteria-kriteria tersebut adalah:
1). Generalizability, artinya apaah psikomotor peserta tes dalam melakukan tugas yang diberikan sudah memadahi untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain. Semakin dapat digeneralisasikan tugas-tugas tersebut dalam penilaian psikomotor maka semakin baik tugas tersebut.
2). Authenticity, artinya apakah tugas yang diberikan sudah serupa dengan kehidupan sehari-hari.
3). Multiple foci, apakah tugas yang diberikan sudah mengukur lebih dari satu kemampuan yang diinginkan.
4). Teachabilty, artinya tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya semakin baik karena adanya usaha pembelajaran. Jadi tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian psikomotor adalah tugas yang relevan dapat diajarkan oleh dosen.
5). Fairness, artinya apakah tugas-tugas yang diberikan sudah adil untuk semua kelompok dalam peserta tes. Tugas yang diberikan harus bersifat adil untuk semua jenis kelamin, status sosial, agama dan suku bangsa.
6). Feaslibility, artinya apakah tugas-tugas dalam penilaian psikomotor sudah memepertimbangkan aspek-aspek biaya, ruang, waktu atau peralatan yang digunakan.
7). Scorability, artinya apakah tugas yang diberikan dapat di skor dengan akurat dan reliabel.
Tahap-tahap pengembangan penilaian aspek psikomotor, antara lain sebagai berikut:
1). Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir yang terbaik.
2). Tuliskan semua perilaku kemampuan spesifik untuk menyelesaikan tugas dan hasil akhir yang terbaik.
3). Membuat kriteria kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak agar dapat diobservasi dengan baik.
4). Definisikan dengan jelas kriteria atau produk yang akan dihasilkan.
5). Urutkan semua kriteria kemampuan berdasarkan urutan yang diamati.
Hal yang penting pada penilaian psikomotor adalah cara mengamati dan menskor kemampuan peserta didik. Penilaian psikomotor dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: (a). Metode holistic, dengan menggunakan satu skor (single rating) terhadap keseluruhan hasil psikomotor; (b). Metode analytic, dengan memberikan skor pada berbagai aspek yang berbeda berhubungan dengan psikomotor yang akan dinilai.
Menurut Depdiknas (2003) sikap adalah kumpulan hasil evaluasi seseorang terhadap obyek, orang atau masalah tertentu. Kompetensi aspek sikap yang harus dicapai dalam hasil pembelajaran meliputi tingkat pemberian respon, apresiasi, penilaian dan internalisasi. Penilaian aspek sikap sebaiknya lebih ditekankan kepada sikap kerja yang terintegrasi dalam pelaksanaan penilaian aspek psikomotor, dengan tidak mengabaikan aspek sikap lain selama proses pembelajaran.
Tahap dalam mengembangkan instrumen aspek sikap (Depdiknas: 2003) adalah: (1). Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur; (2). Menentukan definisi operasional; (3). Menentukan indikator; (4). Menulis instrumen. Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: observasi, perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi atau menggunakan skala sikap dengan model pengembangan skala Likert.
Syarat utama penilaian adalah diperolehnya data hasil pengukuran dengan tingkat akurasi yag tinggi sesuai dengan kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator. Untuk memperoleh hasil penilaian yang akurat diperlukan alat ukur yang valid dan reliabel, sehingga harus mengikuti langkah-langkah pengembangan instrumen secara ketat. Melalui pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran.
Pembakuan Instrumen Penilaian Berbasis Kompetensi
Salah satu prinsip penilaian berbasis kompetensi adalah instrumen harus valid dan reliabel. Khususnya penilaian berbentuk tes, apalagi jika tes tersebut digunakan dalam skala besar, pengambilan keputusan yang mendasar, dan berdampak luas sehingga syarat valid dan reliabel harus disertai dengan uji statistik. Dengan cara tesebut dapat dihasilkan instrumen penilaian yang baku.
1). Uji Validitas Instrumen Penilaian
Secara umum, instrumen dapat dikatakan baik apabila instrumen tersebut valid atau dengan kata lai dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Gronlund (1990) validitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria. Validitas isi mengacu pada sejauhmana materi tes tersebut dapat mengukur keseluruhan materi yang telah diajarkan. Validitas konstruk mengacu pada sejauh mana instrumen tersebut dapat mengungkap keseluruhan konstruk yang digunakan sebagai dasar penyusunan tes. Jika suatu tes dimaksudkan untuk memprediksi keberhaslan seseorang di masa yang akan datang atau untuk mengetahui kesesuaian antara pengetahuan dan psikomotor yang dimiliki maka digunakan validitas kriteria.
Perhitungan validitas instrumen yang berbentuk non tes menggunakan bantuan komputer program SPSS 11,5 for Windows. Berdasarkan hasil perhitungan apabila nilaicorrected item-total correlation tersebut ≥ 0,30 maka butir pernyataan dalam angket dinyatakan valid. Untuk menentukan validitas instrumen yang berupa tes, analisis validitas menggunakan Program Iteman, meliputi tingkat kesukaran, daya beda dan distraktor. Adapun secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a). Tingkat Kesukaran (Difficulty level)
Tingkat kesukaran butir soal dihitung berdasarkan proporsi peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal dilambangkan dengan p. Makin besar nilai p berarti makin besar proporsi yang menjawab benar terhadap butir soal tersebut sehingga makin rendah tingkat kesukaran butir soal itu. Tingkat kesukaran butir menunjukkan bahwa butir soal itu sukar atau mudah untuk kelompok peserta tes tertentu. Dalam analisis ini digunakan proportion correct (p), untuk menilai tingkat kesukaran butir soal.
Besarnya tingkat kesukaran berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Untuk sederhananya, tingkat kesukaran butir dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
b). Daya beda
Daya beda butir soal dalam penelitian ini adalah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang berprestasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta uji coba instrumen. Tujuan pokok mencari daya beda adalah untuk menentukan apakah butir tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok dalam aspek yang diukur, sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu.
Dalam analisis ini digunakan nilai koefisien korelasi biserial untuk menentukan daya beda butir soal. Koefisien korelasi biserial menunjukkan hubungan antara dua skor, yaitu skor butir soal dan skor keseluruhan dari peserta tes yang sama. Koefisien daya beda berkisar antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti bahwa semua anggota kelompok atas menjawab benar terhadap butir soal itu, sedangkan kelompok bawah seluruhnya menjawab salah terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda –1,00 berarti bahwa semua anggota kelompok atas menjawab salah butir soal itu, sedangkan kelompok bawah seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu.
c). Distribusi Jawaban (Distraktor)
Alternatif jawaban (distraktor) terdiri dari dua bagian, yaitu kunci jawaban dan pengecoh. Pengecoh dikatakan berfungsi apabila semakin rendah tingkat kemampuan peserta tes semakin banyak memilih pengecoh, atau makin tinggi tingkat kemampuan peserta tes akan semakin sedikit memilih pengecoh. Proporsi alternatif jawaban masing-masing butir soal dapat dilihat pada kolom proportion endorsing pada hasil analisis iteman.
2). Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian
Instrumen dikatakan reliabel (konsisten atau andal) apabila hasil pengukuran menunjukkan sejauhmana dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subyek yang sama. Reliabilitas berlaku untuk semua butir yang ada dalam soal atau perangkat soal.
Perhitungan reliabilitas instrumen non tes dapat menggunakan formula Alpha dari Cronbach dengan bantuan Komputer program SPSS 11,5 for Windows, dengan Uji Reliabilitas (Reliability Scale-Alpha). Analisis statistik, untuk instrumen yang berupa tes menggunakan Program Iteman. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai alpha ≥ 0,70.
II. Teknik Penilaian
Beragam teknik dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan peserta didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik penilaian pada dasarnya untuk mengetahui pencapaian hasil belajar berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih. Berdasarkan indikator-indikator ini dapat dilakukan penilaian yang sesuai, apakah dengan tes tertulis, observasi, tes praktek, penugasan perorangan atau kelompok. Ada tujuh teknik penilaian yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
1. Penilain unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Penilaian ini cocok digunakan unutk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta melakukan tugas tertentu, seperti : praktek di laboratorium, praktek solat, praktek olah raga, presentasi, diskusi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi, membaca Al- Quran . Cara ini diangap lebih valid dari pada tes tertulis, karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Teknik penilain unjukkerja perlu dilakukan dalam bernagi konteks unutk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk mengamati unjuk keerja peserta didik dapat digunakan alat atau instrumen berikut:
Daftar Cek (Check-list). Penggunana daftar cek( benar-salah), peserta didik memperoleh nilai bila kriteria penguasan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, maka peserta didik tidak dapat nilai. Kelemahan teknik ini adalah hanya memiliki dua pilihan mutlak, misalnya benar- salah, baik- tidak baik. Tidak ada nilai tenmgah, namun penggunaan teknik ini lebih praktis digunakan mengamati subjek ddalam jumlah besar.
2. Penilaian sikap.
Sikap peserta didik terhadap objek mengenai perasan suka atau tidak suka. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu; afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh peserta didik terhadap objek. Komponen konatif addalah kecendrungan untuk berprilaku atau berbuat dengan kehadiran objek. Komponen kognitif addalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Objek yang dimaksud adalah, Sikap terhadap mata pelajaran, sikap terhadap pendidik, sikap terhadap proses pembelajaran, sikap terhadap norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran,
Penilain sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi.
3. Penilaian tertulis
Penilaian tertulis dilakaukan dengan tes tertulis. Soal maupun jawaban dalam bentuk tulisan. Ada dua bentuk tes tertulis, yaitu :
*) Memilih jawaban, yang dibedakan menjadi:
a. pilihan ganda
b. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c. menjodohkan
d. sebab akibat
*) Mensuplai jawaban, dibedakan menjaddi:
a. isian atau melengkapi,
b. jawaban singkat,
C. Uraian
4. Penilaian Proyek.
Penilain proyek merupakan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselsaikan dalam periode tertentu. Tugas tersebut harus dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, dan penyajian data. Contoh penelitian sederhana tentang air di rumah, Penelitian sederhana mengenai harga sembako.
5. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilain terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Ada tiga tahapan proses pengembangan produk yaitu, tahap persiapan. Tahap pembuatan (proses), tahap penilaian produk (apprasial). Teknik penilaian produk biasanya mengunakan cara holistik dan analitik. Holistik adalah penilain berdasarkan kesan keseluruhan dari produk (hanya menilai pada bentuk akhir/apprasial), sedangkan cara analitik adalah penilain berdasarkan tiga aspek pada semua tahapan proses pengembangan.
6. Penilaian Portofolio
Penilaian porofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang berdasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi terrsebut dapat berupa karya pserta didik, hasil tes(bukan nilai) atau informasi lainnya yang terkait dengan kompetensi terrtentu dalam satu mata pelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunanan penilaian portofolio adalah,
1. Karya peserta didik adalah benar-benar karya siswa.
2. Saling percaya antara pesera didik dengan pendidik
3. Kerahasian bersama antara pendidik dengan peserta didik
4. Milik bersama
5. Kepuasan
6. Kesesuaian
7. Penilaian berdasarkan proses dan hasil
8. Penilaian menjadi acuan kegiatan pembelajaran selanjutnya.
7. Penilain diri ( self assessment )
Adalah suatu teknik penilaian dimana peserta didik diminta unutk menilai dirinya sendiri. Unutk tingkat sekolah dasar tentunya perlu bimbingan dari guru. Penialan diri memiliki dampak positif ,antara lain :
1. Dapat menmbuhkan rasa percaya diri
2. Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya
3. Mendorong berbuat jujur
III. Pelaksanaan penilaian
A. Langkah-langkah Pelaksanaan Penilaian
Salah satu bagian dalam suksesnya pelajaran adalah bagaimana seorang guru melakukan penilaian kelas. Terdapat berbagi pedoman dalam melakukan penilaian kelas, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan beberapa aspek. Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan penilaian kelas adalah sebagai berikut. Penilaian pembelajaran adalah penilaian terhadapa pertumbuhan dan kemajuan peserta didik ke arah tujuan yang telah ditetapkan dalam hukum. Mengingat dibutuhkannya tindak lanjut dari evaluasi atau penilaian, Suharsimi dalam bukunya menerangkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu (pemelajaran siswa), yang selanjutnya digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.
1. Penetapan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi/menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, seperti: mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh pendidik dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik, keluasan dan kedalaman kompetensi dasar, dan daya dukung sekolah, misalnya kemampuan guru dan sarana atau perasarana penunjang. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator pencapaian hasil belajar. Indikator-indikator pencapaian hasil belajar dari setiap kompetensi dasar merupakan acuan yang digunakan untuk melakukan penilaian.
Indikator dikembangkan oleh guru sekolah sesuai dengan kondisi daerah dan sekolah masing-masing. Satu KD dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indikator. Indikator pencapaian kompetensi, yang menjadi bagian dari silabus, dijadikan acuan dalam merancang penilaian.
Kurikulum sebelum KTSP hanya terpaku atas peraturan pusat, sedangkan dalam KTSP sendiri guru bisa dengan leluasa untuk mengembangkan sendiri kompetensi dasar menjadi indikator yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
2. Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator Penetapan Teknik Penilaian
Setelah menjabarkan kompetensi dasar menjadi beberapa indikator, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria ketuntasan setiap indikator, rentang persentase kriteria ketuntasan setiap indikator adalah antara 0% – 100%. Kriteria ketuntasan ideal untuk masing-masing indikator adalah 75%. Namun satuan pendidikan dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%, 60% atau 70%. Sudut pandang yang diguanakn dalam penetapan adalah tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung pendidik serta ketersediaan sarana dan prasarana.
Pada tahap awal penetapan kriteria ketuntasan indikator boleh-boleh saja agak rendah, namun diharapkan semaikin lama semakin meningkat, hal ini karena kualitas satuan pendidikan akan dinilai oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian nasional. Hasil penilaian ini akan menunjukkan peringkat suatu satuan pendidikan dibandingkan dengan satuan pendidikan lain (benchmarking). Melalui pemeringkatan ini diharapkan satuan pendidikan terpacu untuk meningkatkan kualitasnya, dalam hal ini meningkatkan kriteria ketuntasan pencapaian indikator semakin mendekati 100%.
Penetapan Teknik Penilaian.
Beragam teknik dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik, baik dalam proses maupun hasil belajar. Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih. Berdasarkan indikator-indikator ini dapat ditentukan cara penilaian yang sesuai, apakah dengan tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan individu maupun kelompok. Untuk itu ada tujuh teknik penilaian yang dapat digunakan, yaitu penilaian untuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Secara umum penilaian berbasis kelas antara lain terdiri atas ulangan harian, pemberian tugas, dan ulangan umum. Tentunya, guru harus yakin dan pandai dalam memilih teknik penilaian disetiap jenjang dengan metode yang sesuai.
Dalam memilih teknik penilaian, harus memprtimbangkan ciri-ciri indikator. Contoh dari penetapan teknik penilaian :
a. Apabila tuntutan indikator melakukan sesuatu maka teknik penilaiannya adalah unjuk kerja.
b. Apabila tuntutan indikator berkaitan dengan pemahaman konsep, maka teknik penilaiannya adalah tertulis.
c. Apabila tuntutan indikator memuat tentang unsur penyelidikan, maka teknik penilaiannya adalah proyek tindak lanjut
Guru yang sudah banyak berpengalaman mengajar dan menyusun soal, terkadang belum mengetahui kekurangannya. Apabila keadaan setelah hasil tes dianalisatidak seperti yang diharapkan dalam kurva normal, maka tentu ada problem dengan soal tesnya.
Diantara penyebab tidak maksimalnya pembelajaran yang bisa dilihat melalui penilaian adalah:
1. metode tidak sesuai engan tujuan.
2. adanya masalah dalam pelaksanaan.
3. metode penilaian tidak sesuai.
4. rumusan tujuan tidak realistis
3. Contoh Alat dan Penskoran dalam Penilaian
Alat-alat penilaian yang digunakan guru dalam proses penilaian di sekolah dapat berupa alat penilaian standar dan alat penilaian buatan guru sendiri. Sebagian aliran perilaku berpendapat bahwa peralatan diperlukan bukan sebai alat penyaji, tetapi untuk penguat saja. Kecuali itu juga diajukan bahwa untuk tujuan tertentu, peralatan dapat dan perlu menggantikan peranan guru.
Alat penilaian standar bersumber dari pemerintah atau lembaga pembuat alat-alat penilaian, sedangkan penilaian guru bersumber dari guru di sekolah. Sebuah alat penilaian yang sudah distandarisasikan sudah dapat disebut sebagai alat penilaian standar, biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang diperlukan dalam menjelaskan pelaksanaan, penskoran dan mengadakan interpretasi. Baik alat penilaian standar maupun buatan guru, keduanya memiliki kegunaan yang besar dalam penilaian proses dan hasil belajar siswa di sekolah. Keunggulan alat penilaian standar adalah teruji keautentikannya, namun terkadang tidak diaplikasikan secara sepenuhnya karena keadaan sekolah yang beraneka ragam, oleh karenanya alat penilaian buatan guru dianggap lebih sesuai yang dalam pembuatannya terjun langsung kelapangan.
Secara umum alat dalam penilaian hasil belajar dibagi menjadi dua kriteria, yaitu penilaian berbasis tes dan penilaian non tes. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Meskipun demikian, terkadang tes dapat digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan psikomotorik. Ada dua jenis tes, yakni tes uraian dan tes objektif.
1. Tes uraian
Tes uraian merupakan alat penilaian yang paling kuat. Secara umum tes ini berupa pertanyaan yang menuntut siswa untuk menjawabnya dalam bentuk penguraian, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan menuntut untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian tes ini bisa menjadi sebagai tolak ukur kemampuan siswa dibidang kognitif.
Model penilaian ini dapat dilaksanakan selama proses pembelajaran, ulangan harian, ulangan tengah semester, atau ulangan kenaikann kelas.
Aspek : Mendengarkan
Standart Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
Memahami siaran atau certa yang disampaikan secara langsung / tidak langsung
|
Menanggapi siaran atau informasi dari media elektronik (berita).
|
Menuliskan isi siaran berita dalam beberapa kalimat dengan urutan yang runtut dan mudah dipahami.
|
Langkah:
1. Dengarkan rekaman siaran berita berikut dengan seksama.
2. Tulislah isi siaran berita tersebut dalam beberapa kalimat dengan memperhatikan ketepatan isi, struktur kalimat, koherensi, ejaan dan tanda baca.
3. Bacakan hasil pekerjaan di depan kelas.
4. Format penilaian kelas
No.
|
Nama.
|
Aspek yang dinilai
|
Skor
|
Nilai
| |||
Ketepatan isi
|
Struktur kalimat
|
Koherensi
|
Ejaan dan tanda baca
| ||||
1.
|
Ahmad
|
3
|
4
|
2
|
3
|
12
|
75
|
2.
|
Bardi
|
4
|
4
|
4
|
4
|
16
| |
3.
|
Dst.
|
Keterangan:
1. Tidak tepat
2. Kurang tepat
3. Tepat
4. Sangat tepat
Skor perolehan
Nilai siswa : ----------------------------------------------------------------- x 100
Skor maksimum
12
Nilai Ahmad : --------- x 100 = 75
16
2. Tes pilihan ganda dan uraian
Model penilaian ini dilaksanakan setelah pembelajaran berlangsumg, ulangan harian, UTS, atau UAS.
Aspek: Membaca
Standart kompetensi: Memahami berbagai teks bacaan non sastra dengan berbagai teknik membaca.
Kompetensi dasar: Mengidentifikasi ide pokok teks non sastra dari berbagai sumber melalui teknik membaca ekstensif.
Indikator: 1. Mengidentifikasi ide pokok tiap paragraf.
2. Menuliskan kembali isi bacaan secara ringkas dalam beberapa kalimat.
3. Penilaian non test
Penilaian non test adalah penilaian dengan tanpa menggunakan test, namun bisa dengan menggunakan pengamatan, atau penelitian, bahkan mencari referensi dari teman objek.
4. Interpretasi Hasil Penilaian dalam Menetapkan Ketuntasan Belajar
Penilaian dilakukan untuk menentukan apakah peserta didik telah berhasil menguasai suatu kompetensi mengacu ke indikator. Penilaian dilakukan pada waktu pembelajaran atau setelah pembelajaran berlangsung. Sebuah indikator dapat dijaring dengan beberapa soal/tugas. Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar (KD) ditetapkan antara 0% – 100%.Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, apakah50%, 60% atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator dan daya dukung guru serta ketersediaan sarana dan prasarana. Namun, kualitas sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian nasional. Hasil penilaian ini akan menunjukkan peringkat suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah lain (benchmarking). Melalui pemeringkatan ini diharapkan sekolah terpacu untuk meningkatkan kualitasnya, dalam hal ini meningkatkan kriteria pencapaian indikator semakin mendekati 100%.
Apabila nilai peserta didik untuk indikator pencapaian sama atau lebih besar dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan bahwa peserta didik itu telah menuntaskan indikator itu. Apabila semua indikator telah tuntas, dapat dikatakan peserta didik telah menguasai KD bersangkutan. Dengan demikian, peserta didik dapat diinterpretasikan telah menguasai SK dan mata pelajaran. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang telah tuntas lebih dari 50%, peserta didik dapat mempelajari KD berikutnya dengan mengikuti remedial untuk indikator yang belum tuntas. Sebaliknya, apabila nilai indikator dari suatu KD lebih kecil dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan peserta didik itu belum menuntaskan indikator itu. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang belum tuntas sama atau lebih dari 50%, peserta didik belum dapat mempelajari KD berikutnya.
Sumber:
staff.uny.ac.id/sites/default/files/.../pengantar-penilaian-pendidikan-plpg-2009.pdf
http://www.bilvapedia.com/2012/12/teknik-teknik-penilaian-kelas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar