Tugas 5 Profesi Kependidikan (19 Oktober 2016)
Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara
A. Perihal Dunia Pendidikan di Indonesia
Terpinggirnya mayoritas generasi muda Indonesia dari dunia pendidikan pada masa itu merupakan alasan mendasar perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Putra terbaik bangsa Indonesia itu lantas memusatkan perhatian dan perjuangannya kepada pengembangan pendidikan, terutama selama dan setelah ia menjalani masa hukuman di negeri buangan. Berbekal pengetahuan yang diperolehnya di tanah pembuangan, ia menancapkan pilar-pilar perjuangannya pada dunia pendidikan. Baginya, pendidikan merupakan wahana pengembangan kemanusiaan secara utuh dan penuh. Pendidikan juga menjadi kata kunci bagi seseorang dan suatu bangsa untuk menggapai kemerdekaan secara politis. Maka pendidikan harus menjadi bagian sentral dan dasar gerakan perjuangan dalam segala ranah kehidupan anak manusia. Keyakinannya itu kemudian direalisasikannya dalam Perguruan Taman Siswa.
B. Terbentuknya Perguruan Taman Siswa
Terdorong oleh cita-cita itu, Ki Hadjar Dewantara yang telah mengenal dunia pengajaran dan pendidikan selama satu tahun di sekolah Adi Dharma, memutuskan untuk mendirikan sebuah perguruan yang cocok untuk mendidik generasi Indonesia. Maka pada tanggal 3 Juli 1922 didirikanlah sebuah perguruan di Yogyakarta dan dikenal sebagai Perguruan Taman Siswa. Perguruan ini kemudian segera berkembang luas ke banyak tempat di pulau Jawa dan luar Jawa: Sumatera, Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Ambon.
C. Konsep Pendidikan Perguruan Taman Siswa
Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Dalam pandangannya, tujuan pendidikan adalah memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial serta didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.
Dasar-dasar pendidikan barat dirasakan Ki Hadjar tidak tepat dan tidak cocok untuk mendidik generasi muda Indonesia karena pendidikan barat bersifat regering,tucht, orde (perintah, hukuman dan ketertiban). Karakter pendidikan semacam inidalam prakteknya merupakan suatu perkosaan atas kehidupan batin anak-anak. Akibatnya, anak-anak rusak budipekertinya karena selalu hidup di bawah
paksaan/tekanan. Menurut Ki Hadjar, cara mendidik semacam itu tidak akan bisa membentuk seseorang hingga memiliki “kepribadian”.
Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak, dalam rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya. Pendidikan itu membentuk manusia yang berbudi pekerti, berpikiran (pintar, cerdas) dan bertubuh sehat. Bagaimanakah citra manusia di Indonesia berdasarkan konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu?
Pertama, manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memilikikekuatan batin dan berkarakter. Artinya, pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Dalam tataran praksis kehidupan, manusia di Indonesia menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspersi kebenaran itu terpancarkan secara indah dalam dan melalui tutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, dirinya sendiri dan sesamanya manusia. Jadi, budi pekerti adalah istilah yang memayungi perkataan, sikap dan tindakan yang selaras dengan kebenaran ajaran agama, adat-istiadat, hukum positif, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Kedua, manusia di Indonesia yang maju pikirannya adalah yang cerdas kognisi (tahu banyak dan banyak tahu) dan kecerdasannya itu membebaskan dirinya dari kebodohan dan pembodohan dalam berbagai jenis dan bentuknya (misalnya: karena rekayasa penjajah berupa indoktrinasi). Istilah maju dalam pikiran ini menunjukkan meningkatnya kecerdasan dan kepintaran. Manusia yang maju pikirannya adalah manusia yang berani berpikir tentang realitas yang membelenggu kebebasannya, dan berani beroposisi berhadapan segala bentuk pembodohan.
Ketiga, manusia di Indonesia yang mengalami kemajuan pada tataran fisikatau tubuh adalah yang tidak semata sehat secara jasmani, tapi lebih-lebih memiliki pengetahuan yang benar tentang fungsi-fungsi tubuhnya dan memahami fungsi-fungsi itu untuk memerdekakan dirinya dari segala dorongan ke arah tindakan kejahatan. Manusia yang maju dalam aspek tubuh adalah yang mampu mengendalikan dorongan-doroangan tuntutan tubuh. Dengan dan melalui tubuh yang maju itu pula, pikiran yang maju dan budi pekerti yang maju memperoleh dukungan untuk mendeklarasi kemerdekaan diri dari segala bentuk penindasan ego diri yang pongah dan serakah di satu sisi dan memiliki kemampuan untuk menegaskan eksistensi diri secara beradab sebagai manusia yang merdeka (secara jasmani dan ruhani) di sisi lain. Dalam praksis kehidupan, kemajuan dalam tubuh bisa dipahami sebagai memiliki kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan dan keterampilan untuk mengisi kemerdekaan itu dengan segala pembangunan yang humanis.
Dalam konteks penalaran atas konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara di atas, pendidikan adalah upaya pemanusiaan manusia secara manusiawi secara utuh dan penuh ke arah kemerdekaan lahiriah dan batiniah. Maka pendidikan harus bersentuhan dengan upaya-upaya konkret berupa pengajaran dan pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara pengajaran adalah upaya memerdekakan aspek badaniah manusia (hidup lahirnya). Apa arti ungkapan tersebut? Hemat kami yang hendak ditekankan Ki Hadjar Dewantara adalah bahwa: aktivitas pengajaran itu berupa tindakan informatif tetapi sekaligus formatif. Pada tataran informatif pengajaran adalah aktivitas membangun otonomi intelektual secara disengaja, yang dampaknya adalah mencerdaskan kognisi seseorang sehingga ia terbebaskan dari belenggu “kebodohan” kognisi. Sementara pada tataran formatif, ia membangun otonomi eksistensial dalam arti membangun kesadaran akan hak-hak asasinya sebagai manusia yang bermartabat luhur. Signifikanisnya adalah bersikap kritis terhadap realitas yang membelenggu kondisi eksistensialnya sebagai manusia. Dalam praksis kehidupan, otonomi intelektual dan eksistensial itu terekspresi dalam hidup yang tidak mengalami disorientasi dan tidak teralienasi secara personal dan sosial. Singkatnya, kemerdekaan lahiriah itu di satu sisi bermuara pada kejelasan orientasi hidup, dan di sisi lain hak-haknya mendapat pengakuan dan penghormatan. Jadi, istilah “memerdekakan lahiriah” di sini mengandung makna bahwa pengajaran adalah daya upaya yang singnifikan untuk membangun otonomi intelektual seseorang yang kemudian menyadarkan dirinya untuk menegaskan otonomi eksistensialnya (badaniahnya) yang secara kodrati merupakan anugerah dari Allah. Kedua otonomi itu merupakan wilayah kodrati yang penegasannya bisa direkayasa melalui aktivitas pengajaran manusia secara beradab.
Sementara pendidikan adalah upaya memerdekakan aspek batiniahnya. Persoalannya adalah apakah yang dimaksudkan Ki Hadjar Dewantara dengan aspekbatiniah? Bila istilah tersebut ditilik dari penalaran atas konsep pendidikannya di atas, maknanya lantas bersentuhan dengan konsepsi budi pekerti. Artinya, istilah batiniah sama sekali tidak merujuk secara langsung pada wilayah spiritualitas sebagai mana dikonsepsikan dalam dan melalui agama-agama. Selaras dengan penalaran atas makna budi pekerti, istilah batiniah di sini bernuansa kesahajaan sebagai pribadi yang mengalami kecerdasan. Maka manusia yang mengalami kemerdekaan batiniah adalah yang menjadi subyek realitas dalam arti seluas-luasnya. Pendidikan membentuk dan menghantar seseorang menjadi subyek realitas. Ia memiliki otonomi intelektual,otonomi eksistensial, dan otonomi sosial sebagai anggota masyarakat. Ketigawilayah otonomi itu menjadi bagian integral identitas diri atau jati diri.
Manusia yang terdidik mampu menyikapi tuntutan-tuntutan dan tantangan-tantangan kehidupan dengan sikap bersahaja. Ia tidak lagi terperangkap dalam kepentingan-kepentingan diri dan golongan yang temporal dan duniawi sifatnya. Praksis kehidupannya sarat dengan permenungan atas nilai-nilai kemanusiaan universal dan sekaligus disertai dengan daya upaya untuk mewujudkannya dalam kehidupan nyata. Manusia yang merdeka batiniahnya adalah manusia pintar tapi sekaligus benar tindakannya, maju penalaran akalnya dan sekaligus bermoral perilakunya (tindakannya berlandaskan rasa hormat kepada martabat manusia), beragama dan sekaligus beriman (Allah dihayati sebagai prioritas tuntutan-tuntutan dalam kehidupan).
Ki Hadjar yakin bahwa bila kemerdekaan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia, pendidikan adalah cara untuk mencapai atau memilikinya. Dalam pengertian itu pula, pendidikan dapat dimengerti sebagai wahana menuju kemerdekaan kemanusiaan dalam pengertian yang luas. Pendidikan menghantar manusia ke dalam kondisi hidup harmonis dengan diri, sesama dan lingkungannya.
Dalam konteks itu pula, mendidik anak manusia haruslah berangkat dari pengakuan pada keunikan dan penghormatan pada potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Segala alat, usaha dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan. Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat. Semua proses pendidikan diarahkan menuju suatu kehidupan yang tertib-damai / harmoni. Untuk itulah dunia pendidikan perlu membuka peluang bagi peserta didik untuk mengenal “garis hidup yang tetap dari suatu bangsa”, yakni tradisi masa lalu dan bagaimana ia menjelma menjadi jaman sekarang ini. Dengan berbekal tradisi, pada gilirannya kita mampu pula membayangkan jaman yang akan datang.
Sumber:
download.portalgaruda.org/article.php?article=47313&val=3914
Tidak ada komentar:
Posting Komentar